Bandung – Peneliti Ahli Utama Sentra Riset Elektronika Badan Riset dan Kreatif Nasional (PRE BRIN) Robeth Viktoria Manurung, menyebutkan tengah fokus pada penelitian biosensor berbasis elektrokimia, dengan memanfaatkan komposit graphene/ZnO nanoparticles. Menurut Robeth, perangkat ini diaplikasikan untuk mendeteksi kadar biomarker human SAA untuk treatment kanker paru maupun tingkat keparahan pasien penderita COVID-19.
Spesifikasi teknis dari biosensor yang sedang dioptimalkan yaitu menggunakan tipe sampel berupa serum darah atau saliva pasien, menggunakan tipe transduser elektrokimia, dengan bentang pengevaluasian antara 10 sampai 200 miligram per liter. “Perangkat ini bersifat portabel dan terkoneksi dengan hand phone,” jelas Robeth dicuplik dari website BRIN, Rabu (17/4/2024).
Seperti dikenal, BRIN saat ini tengah dan terus mengoptimalkan beberapa produk biosensor. Robeth menuturkan juga mengoptimalkan biosensor berbasis elektrokimia untuk deteksi virus dengue, menggunakan logam transisi metal oksida berbahan nikel-kobalt. Kecuali penelitian biosensor, Robeth dan tim juga telah menciptakan prototipe sensor untuk deteksi kandungan elemen hara tanah maupun deteksi pencemaran lingkungan.
“Hasil-hasil hal yang demikian telah dipublikasikan di jurnal global bereputasi menengah atau tinggi,” kata Robeth.
Biosensor yaitu perangkat analisis yang menggabungkan bagian hayati dengan pendeteksi fisikokimia untuk mendeteksi zat kimia tertentu, sehingga menciptakan luaran yang terukur. Kelebihan perangkat yang diciptakannya antara lain bersifat portabel, gampang dioperasikan, dan tak memerlukan backup supply. Biosensor yang dioptimalkan juga bisa terintegrasi dengan IoT serta machine learning.
Melainkan, menurut Robeth, perangkat yang dia kembangkan ini masih mempunyai kelemahan, yaitu pada bahan baku yang bertumpu impor. “Bahan baku untuk pembuatan biosensor beberapa besar yaitu produk impor. Karena ini berpengaruh kepada tarif produksi yang mahal,” jelas Robeth.
Kreatif itu, lanjut dia, perlu kolaborasi interdisipliner antara ilmuwan dan insinyur maupun aktivis dari bermacam-macam bidang, seperti biologi, kimia, ilmu material, dan elektronik. Kreatif dalam desain sensor, material, teknik pemrosesan sinyal, dan metode analisis data amat penting untuk memecahkan tantangan ini dan memajukan bidang biosensor. “Kolaborasi ini bisa dilaksanakan dengan pihak dalam maupun luar negeri,” kata Robeth.
Tantangan lainnya, tutur Robeth, yaitu bagaimana menempuh sensitivitas dan selektivitas yang tinggi, dengan tetap menjaga stabilitas dan reproduktivitas. Sensitivitas, artinya memutuskan bahwa biosensor bisa mendeteksi analit target fokus rendah secara andal. “Walaupun-elemen seperti noise, interverensi dari senyawa lain, dan efisiensi transduksi sinyal bisa memengaruhi sensitvitas biosensor,” jelas Robeth.
Mencapai selektivitas penting bagi biosensor untuk bisa membedakan analit target dari molekul lain yang ada dalam sampel. “Unsur selektivitas tinggi bisa menjadi tantangan, secara khusus dalam sampel biologis yang rumit. Di mana, mungkin terdapat banyak zat yang mengganggu,” jelas Robeth.
Stabilitas, yaitu menjaga stabilitas bagian biosensor dari waktu ke waktu. Karena ini penting untuk pemakaian bentang panjang dan spaceman pragmatic hasil yang bisa dipercaya. “Walaupun-elemen seperti degradasi elemen biologis, hilangnya aktivitas enzim, atau perubahan sifat lahiriah bahan sensor bisa memengaruhi stabilitas biosensor,” ungkap Robeth.
Dan reproduktivitas yaitu memutuskan biosensor bisa memberikan hasil yang tetap dan bisa direproduksi pada sampel (batch) yang berbeda. Ini amat penting untuk pemakaian praktis. Variabilitas dalam cara kerja manufaktur, bagian sensor, atau kondisi lingkungan bisa memengaruhi reproduktivitas pengevaluasian biosensor.